Nenek
moyangku orang pelaut
Gemar
mengarung luas samudra
Menerjang
ombak tiada takut
menempuh
badai sudah biasa
angin
bertiup layar terkembang,,,
............ dst.
Ayo siapa yang masih ingat lagu diatas???, pasti hampir seluruh
anak Indonesia kenal dengan lagu tersebut. Ternyata lagu nenek moyangku seorang
pelaut itu menegaskan bahwa kita benar-benar negara maritim. Ingat kejayaan
Indonesia pada masa Sriwijaya, Majapahit, Malaka, Mataram, Samudra Pasai, Aceh,
Gowa Tallo, Kutai, dan lain-lain, itu di raih melalui pelayaran, armada laut yg
kuat, pemantauan laut, serta penerapan hukum-hukum laut yang kuat dan penarikan
bea cukai terhadap kapal asing yang masuk ke nusantara. Begitu makmurnya kita
pada saat itu dikala kita menguasai maritim/pelayaran.
Akan tetapi masa kejayaan pelaut Indonesia-pun tinggal kenangan
manis, Potret kehidupan para pelaut Indonesia sekarangpun bisa kita lihat
dimana tingkat kesejahteraannya kurang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
oleh Niko Amarullah, Wasekjen DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia
(KNTI) “mengingatkan pemerintah bahwa kesejahteraan nelayan dan pembudidaya
ikan berada di “lampu kuning”. KNTI mendesak perlunya strategi jangka pendek
untuk menjaga keberlanjutan penghidupan nelayan dan produksi pangan perikanan
nasional sembari menunggu realisasi programatik jangka menengah dan panjang. “Merujuk
indikator Nilai Tukar Nelayan (NTN), Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPI),
maupun kredit macet (NPL) di sektor UMKM Perikanan di 2015, dapat disimpulkan
bahwa kondisi kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan belum membaik.
Semester pertama 2016 adalah masa kritis yang harus kita lewati bersama” lanju
beliau.
Seharusnya bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dalam sektor
perekonomian dikarenakan oleh jumlah sumberdaya alam yang sangat melimpah.
Namun kenyataan berkata lain, masih banyak nelayan yang hidup dalam garis
kemiskinan. Dalam hasil sebuah survey mengenai jumlah penghasilan terhadap
jenis pekerjaan, nelayan menempati urutan kedua sebagai profesi dengan
penghasilan terendah diantara profesi yang lain. Mengapa demikian…? Beberapa hal yang menyebabkan garis kemiskinan nelayan itu tidak mudah untuk
diselesaikan karena sifat sumberdaya perikanan yang dimiliki bersama (common
property) dan aksesnya terbuka (open source), selain kedua faktor diatas
beberapa hal yang ikut mempengaruhi kemiskinan ini yaitu : Sistem peminjaman
uang oleh rentenir dengan bunga yang sangat besar dan pada umumnya mereka lebih
memilih untuk meminjam uang kepada rentenir karena beranggapan lebih mudah
untuk mendapatkan pinjaman dari rentenir ketimbang ke bank atau koperasi yang
bunganya lebih kecil karena nelayan pada umumnya tidak ingin direpotkan dengan
permasalahan administrasi di bank dan koperasi. Dalam proses pembayaran dikenal
dengan dua cara yaitu pertama mengembalikan uang beserta bunganya, kedua
membayarnya dengan jumlah hasil tangkapan yang diperolehnya. Masalahnya nelayan
tidak setiap hari melaut dan tidak menentunya hasil tangkapan yang diperoleh
untuk membayar pinjaman. Bilamana jumlah hasil tangkapan yang diperoleh
digunakan seluruhnya untuk membayar pinjaman kemudian meminjam lagi untuk
pemenuhan kebutuhan lainnya agar dapur mereka tetap mengepul/berasap. Sehingga
bisa dikatakan siklus utang piutang ini tidak akan pernah berakhir.
Rantai pemasaran hasil tangkapan yang panjang antara nelayan dengan
pengguna hasil perikanan. Dalam sebuah wawancara dengan nelayan pulau buton
utara misalnya, bahwa mereka menjual hasil tangkapan mereka ke pengepul 1
kemudian pengepul 1 membawa hasil tangkapan ke kota ke pengepul 2 lalu pengepul
2 membawa hasil tangkapan ke restoran-restoran dan pasar. Jika nelayan
menginginkan keuntungan yang besar sebaiknya mereka langsung memasarkan ke
pihak konsumen agar bisa memutus rendahnya nilai jual hasil tangkapan mereka.
Panjangnya rantai pemasaran ini dikarenakan oleh akses transportasi darat yang
buruk dan nelayan tidak mempunyai sistem cold storage untuk
pengawetan hasil tangkapan.
Gaya konsumtif masyarakat pesisir yang sangat mempengaruhi kondisi
keuangan keluarga sebagai contohnya mereka biasanya sangat senang mengoleksi
perabot rumah tangga sebagai pajangan yang melambangkan identitas untuk
menaikkan gengsi dan kebanggaan, banyaknya perayaan hari-hari besar atau
kegiatan yang bersifat ceremonial yang membutuhkan biaya yang besar.
Ketiga faktor diatas merupakan realita yang terjadi pada masyarakat
yang hidup di pulau-pulau dan daerah pesisir indonesia. Semoga dengan banyak
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan nelayan dapat
membantu untuk menghadirkan solusi yang baik demi kesejahteraan nelayan di
negara yang kaya dengan sumberdaya alam ini
Karakter utama Kota
Bitung adalah bahari. Aktivitas utama kota ini dapat diamati di kawasan
Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung. Pelabuhan ini merupakan tempat
berkumpulnya para nelayan untuk melakukan aktivitas pelelangan ikan. Aktivitas
asli masyarakat nelayan dapat disaksikan dengan jelas di tempat pelalangan ikan
Bitung. Berbagai jenis ikan dengan berbagai jenis ukuran dapat dijumpai di
tempat pelelangan ini. Utamanya, adalah cakalang yang menjadi ikon Kota Bitung. Setiap hari,
aktivitas jual beli nelayan dimulai sejak sebelum fajar hingga pukul tujuh
pagi. Berbagai jenis kapal datang silih berganti di pelabuhan ikan ini. Dari
laut, satu perahu terdiri dari rombongan beberapa nelayan yang duduk di tepi
perahu. Sesampainya di pelabuhan, para nelayan ini akan memposisikan perahu,
dan menurunkan hasil tangkapannya. Teriakan transaksi ikan para pelelang di
pelabuhan terdengar nyaring dan menggambarkan suasana khas masyarakat nelayan
di pesisir nusantara.
Rutinitas ini juga
dialami oleh bapak Samsudin Lanti, nelayan asal Wangurer Barat, Kota Bitung
yang berusia hampir 70 tahun ini masih konsisten pergi melaut bersama 25 orang teman-temannya. Beliau adalah salah satu Anak Buah Kapal Motor
jenis Purse Seine. Dalam sebuah wawancara tadi pagi, beliau mengatakan bahwa
sejak dahulu mulai awal tahun 1980-an
mulai terjun sebagai nelayan. Ayah dari 7 orang anak dan 15 cucu ini
merasa senang dan baik-baik saja menjadi
seorang ABK walaupun dengan kondisi umur yang sudah tidak muda lagi. Saya tertarik
dan memawancarai beliau yang waktu itu lagi menunggu penyaluran logistik ke
dalam kapal. Saya sempat menanyakan pada nahkoda kapal tersebut perihal bapak,
dan menurut keterangan dari nahkoda bahwa beliau sudah lama kerja disitu
(senior dan dituakan oleh teman-teman lainnya) dan termasuk orang yang rajin dan
semangat bekerja. Pada saat saya bertanya perihal kesehatannya, pak Samsudin
mengatakan “ Selama masih kuat, sehat masih
mampu melaut, selama masih dikasih umur oleh Tuhan Yang Maha Esa, saya tetap
akan melaut, Syukur jadi nelayan ini masih dikasih umur sampai segini dan
jarang-jarang sakit” kata beliau. Saya
pun mencoba mengorek informasi perihal semangatnya ini, kira-kira apa hal yang
mendorong bapak ini suka melaut walaupun usia udah “senja”, apa tidak mau
bekerja didarat saja, menjadi penjual ikan/ tibo-tibo atau menjadi petani saja.
Jawaban beliau yang membuat saya kaget, beliau mengatakan “ Kalau dilaut
itu nak, kerja rame-rame, kerjasama satu tim, kompak sehinga walaupun pekerjaan
seberat apapun kita lakukan bersam-sama
jadi ringan, namun klo kerja di darat itu sendiri-sendiri, sikut sana
sikut sini, cari untung sendiri lupa sama teman sendiri, ingatnya pas lagi
susah saja” demikian jawaban beliau.
Dari wawancara itu saya berhasil mengumpulkan
informasi bahwa pendapatan beliau sebagai ABK itu kurang lebih Rp.900.000,00/
trip atau Rp. 2.700.000,00/ bulan (pada kondisi normal kapal lancar melaut),
adapun jika kapal dalam posisi dok untuk
perbaikan maka tidak ada pendapatan yang masuk sehingga beliau untuk kebutuhan
hidupnya pinjam ke tetangga. Pelajaran penting yang bisa saya petik dari kehidupan
beliau adalah tentang cara kita mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Pencipta,
Tuhan Yang Maha Esa. Kata pak Samsudin ke saya “ Yang penting ada buat dimakan dirumah, saya
sudah senang, Toh anak-anak sudah besar semua dan sudah kerja walau sebagai
buruh kasar atau staf kecamatan” lanjut beliau. Sempat menanyakan perihal
kelompok perikanan kepada beliau, dan ternyata beliau sudah lama mengetahuinya karna
lewat kelompok itu bisa mendapatkan kartu nelayan, bahkan sering mendengar
bantuan kapal dari pemerintah tapi belum pernah satupun mendapatkan bantuannya.
Saya Tanya kalau bapak ingat nama kelompoknya, namun sayang bapaknya lupa.
Percakapan kamipun berakhir setelah bapak pamit
pulang kerumahnya setelah kegiatan penyaluran logistik kekapal selesai
dilakukan. Trimakasih sudah mengajarkan arti dari kesyukuran kepada saya, Sukses buat bapak, semoga bapak samsudin sehat
terus dan bapak dan keluarga bisa sejahtera.
Sumber :
Dwiputra, Ashari. 2014
Potret Kehidupan Nelayan Indonesia (Online)
(Diakses 7 Februari 2017di Bitung)
Jurnal Maritim. 2016
Kesejahteraan dalam ‘Lampu Kuning’, Perlu Akselerasi KUR bagi Nelayan dan
Pembudidaya Ikan (Online)
(Diakses 7 Februari 2017di Bitung)
Anwar, Abdul
Karim, 2016. Kegiatan penyuluhan perikanan 2017 di PPS Bitung
Bitung. Sulawesi Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar